Gerbang masuk Pusara Arief Segoro Puro di Rejoso Pasuruan |
Nama Kota Pasuruan dikenang masyarakat Indonesia karena di kota ini pernah hidup seorang adipati (bupati) yang sangat legendaris, Untung Suropati namanya. Berkat keberaniannya menentang kolonial Belanda hingga mengantarkan dirinya sebagai Pahlawan Nasional yang diteladani generasi bangsa ini.
Pasuruan juga akrab di telinga kita tatkala di Kecamatan Bangil, masih dalam wilayah Kabupaten Pasuruan terdapat pusara Syarifah Khadijah atau yang lebih populer disebut Raden Ayu Bangil. Dari hasil pernikahan beliau dengan Habib Abdulrahman Basyaiban lahirlah ulama-ulama besar diantaranya Sayyid Abdurrahim atau yang juga dikenal dengan nama Sayyid Arif Segoropuro.
Dari rest area Swadesi di Kota Bangil perjalanan wisata ziarah dilanjutkan menuju Kecamatan Rejoso, Pasuruan. Untuk menuju kompleks makam Sayyid Arif, bus yang kami tumpangi masih harus berjalan kira-kira 3 kilometer dari gerbang masuk Desa Kemantren Rejo. Persisnya di Desa Segoropuro itulah pusara sang pejuang Islam tanah Pasuruan berada.
Masjid di pusara Ariefs Segoropuro Rejoso Pasuruan |
Di masa mudanya Sayyid Arif bersama kakak kandungnya Sayyid Sulaiman pernah berguru (nyantri) di pondok pesantren yang dikelolah oleh penerus Sunan Ampel di Surabaya. Kedua bersaudara ini memang sudah terlihat menunjukkan karomahnya.
Pada suatu malam, saat murid-murid pesantren Sunan Ampel sudah tertidur pulas, tiba-tiba terdapat dua kilatan sinar menerpa dua orang murid pesantren milik Sunan Ampel yang sedang tertidur ini. Sinar itu berwarna kuning keemasan.
Salah satu kyai pengasuh pondok pesantren Sunan Ampel yang saat itu sedang tidak tidur, menghampiri tempat jatuhnya sinar tadi. Karena keadaan yang gelap, beliau tidak dapat melihat dengan jelas wajah kedua santrinya yang diterpa sinar keemasan ini. Beliau memutuskan untuk mengikat sarung kedua santrinya itu.
Usai Sholat Subuh, sang kyai bertanya kepada para santrinya, �Siapa yang sarungnya tadi malam terikat?� Sayyid Arif dan Sayyid Sulaiman mengacungkan tangan. Kemudian sang kyai berkata, �Mulai sekarang santriku jangan memanggil Sulaiman dan Abdurrahim (Arif) saja, tapi panggilah dengan sebutan Mas Sulaiman dan Mas Abdurrahim!�. Panggilan ini menjadi cikal-bakal sebutan �Mas� (semacam �Gus�) oleh para santri untuk memanggil keturunan para penerus Pesantren Sidogiri, Pasuruan.
Seperti makam para wali atau pejuang Islam yang pernah kami kunjungi, pusara Sayyid Arif juga banyak didatangi peziarah. Mereka umumnya berbondong-bondong datang pada malam Jum'at Legi, haul beliau (10 Jumadil Akhir) atau malam ganjil di 10 hari terakhir Bulan Ramadhan.
Pengunjung makam ada yang berasal dari Kota Pasuruan dan kota-kota lain di Indonesia, bahkan dari luar negeri seperti Malaysia juga pernah berziarah ke makam pejuang Islam dari Pasuruan ini.
Kompleks makam Sayyid Arif berada di lokasi yang agak tinggi (bukit). Selain Sayyid Arif, di sini juga dimakamkan Mbah Kendil Wesi dan Sayyid Abdurrahman. Ketiganya merupakan penyebar Islam di Kota Pasuruan dan Madura.
Sayangnya saya tidak berhasil mengabadikan lebih dekat pusara tersebut karena baterai kamera sedang down. Saya baru menyadari hal ini saat kami bersama anggota rombongan lainnya sedang kusyuk berdo'a di pusara tersebut.
Kompleks makam Sayyid Arif memiliki halaman parkir yang cukup luas. Puluhan bus pariwisata dengan leluasa mangkal di tempat ini. Ada banyak toko pakaian muslim dan suvenir berjajar rapi di sebelah kiri gerbang masuk. Warung kuliner juga banyak tersedia di sini.
Sebelum berziarah kami serombongan menunaikan ibadah Sholat Dhuhur berjamaah di masjid besar dekat makam. Tidak lama kemudian para peziarah dari rombongan lain mendatangi masjid ini. Peziarah datang silih berganti dari berbagai penjuru kota bak air yang tak pernah berhenti mengalir.
Posting Komentar