Kelelawar-kelelawar menempel di dinding atas Goa Akbar Tuban |
Objek wisata di daerah-daerah yang tersebar di seantero nusantara memang tak disangsikan lagi potensinya. Masing-masing daerah memiliki alam, sejarah, seni-budaya, makanan tradisional yang pasti mengundang decak kagum para wisatawan yang mengunjunginya.
Harusnya potensi wisata masing-masing daerah itu semakin menjadikan Indonesia mempesona (wonderfulIndonesia) di mata wisatawan lokal maupun asing. Meski tak ada yang berani membantah keelokan Indonesia dengan segala isinya namun mengapa sebagian masyarakat Indonesia masih lebih memilih mendatangi objek wisata di luar negeri.
Sayang sebenarnya menghambur-hamburkan uang ke luar negeri hanya untuk mengunjungi destinasi yang kualitasnya mungkin masih di bawah objek wisata yang kita miliki. Untuk itu rasa cinta akan objek wisata negara sendiri harus kita tumbuhkan dan selalu kita pelihara untuk kemudian diwariskan kepada anak-cucu kita kelak.
Secara pribadi saya juga sangat berharap dan mendambakan agar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai lembaga negara yang selama ini memang berkompeten menangani masalah pariwisata ini agar selalu meningkatkan kepekaan dan perhatiannya kepada objek wisata daerah.
Objek wisata daerah jangan sampai menjadi sumber daya yang terlampaui begitu saja. Terutama objek wisata sejarah yang sepintas terkesan membosankan dan kurang daya tarik itu. Mulai saat ini yuk Kemenparekraf dan segenap Bangsa Indonesia luangkan waktu untuk menengok objek-objek wisata sejarah sebab dari situ kita akan lebih mengenal watak dan jati diri bangsa kita sendiri.
Terhadap temuan-temuan objek wisata baru yang berpotensi besar seyogyanya mendapat perhatian serius dari Kemenparekraf dan dinas terkait. Terkadang karena kurangnya sarana dan prasarana pendukung atau pengelolaan yang tidak baik menyebabkan objek wisata baru itu menjadi mangkrak dan akhirnya sepi pengunjung. Padahal potensinya sebenarnya bisa diandalkan untuk menggaet wisatawan lokal maupun mancanegara.
O iya ada yang nyaris terabaikan yang selama ini jarang diketahui khalayak ramai, yakni keberadaan traveler (wisatawan/petualang/jurnalis wisata) yang rajin mempublikasikan setiap objek wisata yang pernah dikunjunginya. Traveler bisa menjadi promotor wisata selain Kemenparekraf. Dengan teknologi yang ada baik melalui jaringan internet maupun media cetak ini mereka bisa mengangkat dan mengenalkan sebuah objek wisata.
Air terjun mini nan jernih dalam Goa Akbar Tuban |
Berikut ini catatan saya saat menikmati sudut-sudut cantik di dalam gua yang khabarnya sangat bersejarah di Kota Tuban, Jawa Timur.
Bila Anda melanjutkan perjalanan sekitar 2 kilometer lagi ke arah selatan alun-alun Tuban maka di sana akan Anda temukan sebuah objek wisata alam bernama Gua Akbar. Uniknya gua ini berada di bawah lokasi Pasar Baru (pasar rakyat) Tuban.
Untuk menuju ke Gua Akbar sangat mudah. Dari kompleks makam Sunan Bonang atau Museum Kambang Putih Anda cukup naik becak saja. Ongkosnya hanya Rp. 5000,-. Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp. 4700,- bersama pengunjung lainnya saya bergegas menuju mulut Gua Akbar. Sebelum sampai di mulut gua, tepatnya di sebelah kanan jalan masuk, saya melihat banyak relief di dinding tembok itu.
Relief-relief itu bercerita tentang sejarah asal-usul Kota Tuban, Raden Ranggalawe, sang adipati Kota Tuban yang melegenda, kedatangan bala tentara Tar-tar atas perintah Kaisar Kubhilai Khan di Pantai Tuban dan Peranan Sunan Bonang atau anggota Wali Songo (Sembilan) lainnya di Kota Tuban.
Pohon buah markisa sebagai peneduh jalan masuk gua |
Jalan masuk menuju mulut Gua Akbar juga diteduhkan oleh rimbunnya pohon buah markisa yang merambat di bagian atas jalan itu. Tak hanya itu sebelum menikmati bagian dalam gua, para pengunjung bisa melihat dari dekat beberapa satwa ayam kalkun dengan warna bulu menarik.
Setelah menuruni trap-trap tangga barulah sampai ke mulut gua. Kata Akbar merupakan singkatan dari Aman, Kreatif, Bersih, Asri dan Rapi. Belum ada catatan sejarah yang lengkap tentang Gua Akbar.
Gua yang diresmikan pada tahun 1998 oleh Basofi Sudirman ini pernah menjadi tempat persinggahan anggota Wali Songo, yakni Sunan Kalijaga (Raden Sahid) dan Sunan Bonang. Bahkan seorang mpu di era Majapahit, Mpu Supa namanya juga pernah tinggal di gua ini.
Pagar stainless untuk kenyamanan para pengunjung Goa Akbar Tuban |
Seperti objek wisata gua lainnya, Gua Akbar juga sudah terkelolah secara profesional. Di dalam gua yang cukup dalam itu pengunjung bisa menikmati pesona stalagtit dan stalagmit secara utuh. Jalan dalam gua sudah berpaving rapi lengkap dengan pengaman berupa pagar stainless steel di kanan-kirinya.
Lampu berwarna-warni juga ditempatkan di sana. Menjadi penerang dinding gua. Selain menjadi penerang, lampu-lampu itu justru memberi kesan seram dan angker dalam gua karena cahaya yang ditimbulkan tak begitu terang. Hanya remang-remang. Namun di beberapa bagian gua memang dipasang lampu neon berukuran agak besar.
Dalam keremangan itu, saya sempat menyaksikan dinding bagian atas Gua Akbar dipenuhi banyak kelelawar. Sebagian kelelawar terlihat sibuk terbang kesana-kemari. Sebagian lagi memilih menggantung di dinding bagian atas gua. Pemandangan itu tentu menarik dan saya coba mengabadikannya lewat kamera yang saya bawa.
Sementara di kolam dasar gua, pengunjung bisa melihat beraneka jenis ikan air tawar yang tumbuh dan berbiak dengan leluasa. Jalan berpaving dibasahi oleh air yang menetes dari bebatuan dalam gua sehingga harus berhati-hati bila berjalan agar tidak terpeleset.
Sela Sardula, katanya batu yang mirip anjing |
Ada beberapa batuan atau tempat dalam Gua Akbar yang memiliki nama unik. Tak sedikit dari para pengunjung melintas begitu saja saat mengunjungi gua ini. Bebatuan atau tempat unik itu antara lain bernama �Sela Sardula�. Sela, kata ini berasal dari Bahasa Jawa yang artinya batu. Sedangkan Sardula berarti anjing.
Jadi Sela Sardula berarti bebatuan yang bentuknya seperti hewan anjing. Sepintas bebatuan dalam gua ini bentuknya memang menyerupai seekor anjing. Di salah satu sudut Gua Akbar, Anda juga bisa menikmati pesona air terjun mini. Air yang tercurah cukup deras sehingga gemuruh airnya memecahkan keheningan dalam gua.
Pasujudan (tempat bersujud/sholat) para wali |
Gua Akbar menjadi begitu spesial di mata pengunjung karena di beberapa sudutnya, pengunjung bisa menyaksikan tempat bersujud (pasujudan) para wali dan paseban. Pasujudan dulu merupakan mushollah yang digunakan para wali untuk menghadap Sang Kuasa. Hingga kini pasujudan wali ini dimanfaatkan pengunjung gua untuk menunaikan ibadah sholat lima waktu saat mereka berada dalam gua.
Gua Akbar juga dijadikan tempat berunding dan memecahkan segala persoalan yang menyangkut Islam. Tempat dalam gua itu kemudian diberi nama Paseban Wali. Di paseban ini anggota Wali Songo berkumpul guna memecahkan semua persoalan yang menyangkut Agama Islam.
Tempat membuat keris Mpu Supa |
Wali saat itu juga berperan sangat penting dalam memberi masukan pejabat negara yang hendak mengambil keputusan. Selain Sela Sardula dan bebatuan unik lainnya, ada satu bebatuan dalam Gua Akbar yang dulu pernah menjadi perapian Mpu Supa. Batu itu diberi nama prapen Mpu Supa.
Bila kita perhatikan batu ini terlihat unik bentuknya. Ada beberapa lubang cukup besar pada batu itu. Konon batu ini digunakan Mpu Supa untuk membakar logam keris.
Begitu keluar dari gua, Anda dan pengunjung lainnya akan menemukan beberapa toko suvenir dan oleh-oleh. Puas dengan petualangan dalam Gua Akbar, Andapun bisa membawa pulang kain batik gedog, buah tangan yang khas Tuban untuk keluarga di rumah.
Batik gedog khas Kota Tuban |
Posting Komentar